ANGKA TINGGAL KELAS TINGGI, APA BODOH SISWA KITA
Kondisi pendidikan di Indonesia masih menyisakan keprihatinan cukup menyentuh hati dengan besarnya angka tinggal kelas (tidak naik) kelas sebesar 12,5% dari data DIKNAS (Teacher Employment and Equity Efficiency, and Quality Improvement, Kompas, 21/12/07). Program pendidikan wajib 9 tahun yang artinya setiap anak yang lahir di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah wajib menjamin pendidikannya. Namun dari data yang ada masih banyak siswa putus sekolah pada usia wajib belajar. Usia SD tahun 2005/2006 ada lebih kurang 824.684 (3,17%) naik 0,18% dari tahun sebelumnya, untuk usia SMP ada lebih kurang 148.890 (1,97%) turun 0,86% dari tahun sebelumnya. Begitu juga untuk siswa putus sekolah usia SLTA ada lebih kurang 171.485 (3,08) turun 0,05% dari tahun sebelumnya.
Tentunya kondisi ini menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan dan masyarakat luas, mengingat pendidikan adalah investasi bangsa jangka panjang. Kita sebagai bangsa yang masuk dalam index rendah dalam kualitas sumber daya manusia, akan sulit berinsut naik jika bidang pendidikan tidak menunjukan kualitas yang signifikan perkembangannya. Pendidikan berperan besar dalam mebentuk dan menciptakan sumber daya manusia yang berkelanjutan untuk masa depan bangsa.
Mencermati kondisi pendidikan sebenarnya telah menunjukan peningkatan tercermin dari naiknya belanja untuk pendidikan baik dari rumah tanggga pemerintah maupun dari orang tua (masyarakat), serta dari sektor industri (buku dan sarana pendidikan). Namun yang perlu dicermati lagi apakah kenaikan itu akan berpengaruh langsung dalam waktu dekat atau untuk jangka panjang. Anggaran dan sikap masyarakat yang ditunjukan dalam bentuk mendirikan sekolah unggulan (full day, international class, integreated islamic school) lebih karena tuntutan konsumen yang termakan iklan industri pendidkan. Tentu reaksi itu juga menunjukan keberhasilan pemerintah dalam mengikutsertakan masyarakat dalam pendidikan untuk jangka pendek.
Program pemerintah sebagai pelaksana utama pendidikan harus memperhatikan dalam jangka panjang sebagai investasi bangsa.
1. Sertifikasi guru yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi demi peningkatan mutu yang sesungguhnya. kecurangan-kecurangan yang ada perlu segera dituntaskan. Pemerintah jika mau berbaut adil pensertifikasian juga membuka bagi fresh graduet (generasi muda). Keadaan ini menjadi tambahan pertimbangan bahwa faktor profesionalisme diikutsertakan tidak hanya faktor lama mengajar (pengabdian), padahal kaum muda juga ada yang baik dan berkualitas. Jadi ada keseimbangan antara yang sudah lama mengabdi dengan yang baru masuk. Jadi sebagai bagian team guru di negeri ini generasi muda juga dikutkan sertifikasi.
2. Prasarana dan sarana sebagai komponen penting juga perlu disiapkan. Melihat arah dan pola perkembangan ke depan sebagai bagian perkembangan global yang menitik beratkan pada teknologi informasi (komputer dan internet) pemerintah harus menyediakan dasarnya, sebagai jalan ke arah itu. Pemerintah dan para ahli harus menciptakan program dan kebijakan yang mendorong dan mempercepat tercapainya kemandirian penyidiaan sarana yang penting.
Namun dari data yang ada di BPS hasil Survei Sosial dan Ekonami tahun 2005, rumah tangga yang sudah punya telepon kabel baru 11,5% dan yang punya komputer di rumah yang terhubung dengan internet baru 2,9%. (Kompas, 27/12/07). Hal ini mengindikasikan bangsa kita belum sepenuhnya siap terhadap keperluan dan tuntutan sarana pendidikan untuk masa depan. Dengan internet peserta didik dapat lebih dapat berekpresi dan tidak tergantung oleh waktu dan tempat serta guru.
3. Fasiltas pendukung yang sering tidak diperhatikan adalah sarana perpustakaan. Setiap sekolahan belum tentu punya perpustakaan dan bagi yang sudah punya koleksi bukunya belum dapat memenuhi kebutuhan siswa. Dari data yang ada lebih kurang 2.500 unit dengan koleksi buku kurang dari ideal 1:1 dari jumlah lebih kurang 52 juta siswa. Untuk laboratorium sekolah biasanya hanya mementingkan bidang IPA sehingga laborat untuk bidang IPS dan bahasa jarang dipenuhi.
4. Tenaga Guru (pengajar) secara nasional sudah baik namun secara daerah perdaerah masih terjadi ketimpangan mencolok. Jumlah guru dan dosen kurang lebih 3,5 juta, dengan jumlah siswa kurang lebih 52 juta hingga dapat rasio 1:15 secara nasional, yang mendekati itu hanya terjadi di DKI, Jabar dan Banten 1:20 siswa untuk SD. Untuk daerah-daerah di luar itu tentunya akan lebih besar lebih-lebih untuk daerah di kepulauan. Hal perlu dibuat pedoman bagaimana tenaga guru di daerah terpencil dapat bertugas dengan tenang dari segi keamanan dan ekonomi, dengan perhatian insentif dan gaji dapat diterima dengan tepat waktu. Sejauh ini banyak kasus justru mereka sering mengalami keterlambatan gaji dan informasi dari pusat, sehingga tidak cepat dapat menerapkan kebijakan yang baru.
Pola Belajar Beda |
Pola Belajar Yang Tepat bagi siswa |
Kondisi ini juga dapat dipengaruhi dari GURU dan SISWA serta SEKOLAH.
Guru sebagai fasilitator dan motivator yang baik harus dapat menyesuaikan dengan pola perkembanangan dan karakter dari peserta didik. Sebenarnya siswa di Indonesia mempunyai bakat yang relatif besar jika dibandingkan dengan India, Cina atau yang lain. Hanya kendala yang sering dihadapi siswa kita adalah ketersedian sarana dan kemampuan bahasa asing (Inggris). India yang maju secara teknologi karena dukungan kemampuan bahasa yang baik dan kebijakan negara dari pilihan prioritas di bidang teknilogi.
Hal ini tentu tidak menciutkan kita dan perjuangan pendidik untuk terus berjuangan dan kosisten pada komitmen masa depan, yang tidak terjebak dan terjerumus tujuan sesaat dan bersifat peribadi serta golongan yang sempit. Pola perkembangan belajar siswa untuk mengikuti materi pelajaran di setiap jenjang studi menunjukan ada perbedaan. Ada siswa yang berprestasi biasa di SD namun pada tingkat SMP dan SMA dapat berprestasi sangat luar biasa. atau dapat juga sebaliknya. Hal ini tidak salah karena memang pola yang dimiliki siswa.
Kemampuan belajar siswa untuk menyerap setiap jenis mata pelajaran di sekolah tidaklah sama. Nilai bidang bahasa dan sosial sangat bagus, namun untuk matematika dan sain kurang bagus, atau sebaliknya. Hal ini perlu diperhatikan karena ada UAN maka diusahakan bisa seimbang. Kemampuan sekolah untuk melayani setiap kebutuhan siswa yang berbeda-beda, terbatas oleh waktu dan sumber daya guru. Hal ini bisa menyebabkan siswa kurang leluasa untuk menanyakan atau menyanggah materi yang belum dipahami, sehingga dalam jangka panjang siswa kurang semangat belajar pada materi tsb.
Siswa yang cerdas perlu diberikan ruang yang kondusif untuk berekspresi, supaya tidak jenuh atau merasa kurang diperhatikan. Kadang sekolah dan guru kurang memberikan porsi yang cukup untuk kebutuhan siswa tsb, karena sekolah yang harus melayani banyak siswa tentu kurang waktu untuk itu.
Yahya Asngari
1 komentar:
Untuk meningkatkan tingkat kenaikan kelas maka perlu metode belajar yang baik dan sesuai dengan kondisi guru dan siswa. Metode yang bagus adalah metode belajar TCL (Teacher Centered Learning) dan metode belajar Student Centered Learning (SCL). Bagi guru dan pengajar serta pendidikan bisa mencobanya
Posting Komentar